Minggu, 20 Maret 2016

Pemikiran: Aher, Berita, dan Pilkada Jakarta + Syair Lagu Iwan Fals


Wah, apa hubungannya nih? 
Beberapa hari terakhir saya berulang baca berita tentang banjir di Bandung dalam tautan di bawah ini:
http://news.okezone.com/read/2016/03/15/525/1336279/banjir-bandung-aher-semoga-tuhan-enggak-turunkan-hujan-sekaligus
Berikut isi beritanya:
BOGOR - Menghadapi musibah banjir akibat meluapnya aliran Sungai Citarum, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan menyerahkan hal tersebut kepada Tuhan YME dan berharap hujan yang menguyur agar cepat mereda dan banjir segera surut.
"Ya kalo hujannya sudah engga ada, udah panas lagi ya pasti banjirnya otomatis reda kan," katanya, saat menghadiri HUT Satpol PP ke 66 dan HUT Linmas ke 54 di Lapangan Tegar Beriman, Kabupaten Bogor, Selasa (15/3/2016).
Pria yang akrab dipanggil Aher tersebut hanya berharap dan mengajak warga Bandung khususnya yang dilanda musibah banjir untuk berdoa agar hujan yang turun mereda dan banjir segera surut.
"Kan sekarang masih musim hujan, mudah-mudahan kita berdoa kepada Tuhan ke depannya hujan yang turun tidak sekaligus. Kalau hujannya sedikit juga banjir kecil tidak sebesar ini," ungkapnya.
Sebelumnya, lebih dari 10 ribu rumah di empat kecamatan yakni di Kecamatan Dayeuhkolot, Bojongsoang, Bale Endah, dan Katapang. Kabupaten Bandung, Jawa Barat terendam luapan Sungai Citarum sejak Sabtu 12 Maret 2016.
Selain itu, luapan Sungai Citarum juga turut menggenangi ruas jalan utama penghubung Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung.

Berita itu tentang komentar Aher terkait banjir yang melanda daerah yang dipimpinnya. Dan berita itu menimbulkan beberapa tanggapan, diantaranya seperti tergambar dalam tautan gambar.  Komentar yang bawa-bawa sempaknya nggak usah dibayangin ya. :D





Kenapa sampai ada orang menganggap bahwa apa yan g disampaikan Aher itu salah, atau tidak baik, atau tidak keren? Hingga timbul komentar neagtif sampai satire beserta memenya?
Hal itu karena tidak semua orang sadar akan detail.
Yuk , kita ulas dari poin ke poin hingga menjadi kesatuan yang utuh.
1.    Konteks.
Keterkatian sangat penting agar kita bisa mengetahui pesan secara utuh. Dalam kasus ini, Aher tentu menjawab sebuah pertanyaan. Dia bukan ujug-ujug ngomong seperti yang menjadi kutipan langsung dalam berita di atas.
Nah, dari jawaban Aher, apa kiranya pertanyaan dari wartawannya? Kita tidak bisa menemukan hal itu karena memang tidak tertulis. Berita itu hanya menunjukan bentuk umum dalam paragrap pertama bahwa Aher,  ‘Menghadapi musibah banjir...’.
Bentuk umumnya adalah ‘Menghadapi’. Tanpa rincian dalam tahap apa Aher menghadapi banjir tersebut. Lalu bagimana kita tahu rincian pertanyaan wartawan kepada Aher, dalam fase menghadapi banjir yang dimaksud? Itulah mengapa kita memerlukan,
2.    Logika Waktu.
Sudah saya sampaikan bahwa tidak semua orang sadar akan detail. Padahal, karena detail lah hidup kita jadi indah dan penuh makna. :D
Jika kita melihat paragraph kelima, berita tersebut diawali dengan kata ‘Sebelumnya’. Kemudian menceritakan banyaknya rumah yang terendam beserta lokasi-lokasi banjir.
Dari hal itu kita bisa mengetahui bahwa interaksi wartawan dengan Aher adalah ketika banjir sudah terjadi. Dengan informasi itu, maka, pemaknaan bahwa Aher menghadapi banjir adalah dalam fase penanggulangan bencana, bukan dalam tahap antisipasi.
Kita tidak perlu jadi sarjana teknik sipil, ahli fisika, atau anggota tim  SAR, untuk tahu bahwa dalam fase penanggulangan banjir, agar air surut, adalah sangat wajar adanya harapan agar hujan tidak turun, tidak deras, atau tidak lama.
Mana ada korban banjir yang ingin cepat surut tapi berharap hujan turun. Silakan cari. (ter-Tere Liye). :)
            Ketika konteksnya adalah hujan, maka Aher sudah benar dengan tidak mengaitkannya dengan manusia atau peralatan, melainkan Tuhan. Entah dalam sudut pandang apa komentar seperti ini dianggap salah, tidak baik, atau tidak keren?
            Lalu kenapa ada orang yang sampai menganggap itu sebuah hal yang ‘gila’ atau ‘memalukan’? Selain karena abai terhadap detail tadi, juga karena bahwa setiap berita memilki angle. Wartawan, Editor, Pimred, sampai pemilki perusahaan media bisa menentukan apa yang perlu disampaikan atau tidak. Semua komunikator punya efek yang ingin dicapai bukan?
            Selain media yang punya tujuan dari semua beritanya, penerima berita juga tentu memiliki tujuan dalam meneruskan berita (dan itulah kenapa saya menyertakan Pilkada Jakarta pada judul tulisan ini, hahahay) . Sangat wajar jika dari berita ini, maka, terbagilah umat kedalam beberapa golongan, setidaknya:
Orang yang membenci partai pengusung Aher (saya sebut inisialnya saja, yaitu, PKS). Adalah sangat wajar jika berita ini menjadi peluru untuk menunjukan betapa payahnya kader mereka. Dibanding, dibanding, dibanding siapa ayo? :D
Tim sukses dan pemilih calon lain ketika Pilgub Jawa Barat, yang belum move on. Sangat cocok untuk menjadikannya sebagai bahan sindiran, betapa mereka yang telah memilih Aher, telah salah pilih. 
Juga para pendukung Aher, baik partai atau perseorangan, bisa juga menjadikan berita itu sebagai info yang menunjukan bahwa pilihan mereka tepat, karena gubernur begitu tawakal dan selalu ingat Tuhan.
Dan yang tak ketinggalan adalah mereka sedang giat-giatnya menunjukan dukungan terhadap bakal calon gubernur DKI Jakarta selanjutnya, yang bernama (ah, nggak usah disebut, namanya nggak ada di judul sih), dan menjadikan tafsir berita tadi sebagai perbandingan.
Dan tentu bisa juga gabungan dari sosok-sosok di atas.
Ah, Gung, elu sok tau, bawa-bawa konteks logika waktu segala. Teori!
Eh, saya tuh bukan modal tampang doang, tapi menyertakan tautan video juga. Ditonton ya. Di situ Aher juga berkomentar tentang usaha menghadapi banjir. Memang banjir sudah terjadi. Tapi, dia bicara dalam konteks antisipasi.  Dan dalam fase itu, dia tidak berharap Tuhan tidak menurunkan hujan sekaligus kok.
Hikmah dalam bersosial pada kasus berita ini bagi saya adalah bawah kita bisa saja menyamarkan kesukaan atau kebencian, tapi keadilan atau kezaliman selalu menggeliat hingga tampak kepermukaan.
Ada yang ingat syair Iwan Fals yang bertanya ‘Apakah selamanya politik itu kejam? Apakah selamanya dia datang ‘tuk menghantam?’ Ataukah memang itu yang sudah digariskan? Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak-hak sewajarnya’?. Tadinya saya pikir itu hanya tentang politkus yang terlbat langsung dalam politik. Ternyata orang-orang yang sekadar mendukung pun bisa sama buasnya.

https://www.facebook.com/agung.satriawan.16/videos/10205968400469604/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar