Kamis, 29 Oktober 2015

Tips: Diwawancara

Kali ini saya akan berbagi tips untuk Anda yang sekiranya berkesempatan diwawancara oleh wartawan televisi ketika terjadi liputan. Entah pejabat, pengusaha, pedagang, mahasiswa, pelajar, polisi, sampai tersangka pencuri kolor, tak lepas dari kesempatan wawancara, ditanya, dimintai keterangan, dimintai pendapat, atau dimitai kesaksian.
Mungkin terbayang bahwa wawancara itu hal mudah, tinggal bicara apa adanya, adanya apa, sesuai dengan fakta, sesuai dengan yang dirasa. Sayanganya masih banyak yang abai terhadap konteks dari sebuah wawancara televisi, yaitu proses tayang.
Bagi yang mulai penasaran dengan maksud saya, yuk kita simak tips menjadi narasumber berikut ini:

1. Tak perlu pembukaan. Durasi tayang sangat berharga untuk televisi, jadi tiap detik sangat berarti. Anda harus singkat, jelas, dan padat. Saya pernah ngedit bagian wawancara yang narasumbernya salam dulu, terus ucapan terimakasih, baru jawab. Bukan meremehkan ramah-tamah, tapi ini bukan pidato yang biasanya waktu dan tempat dipersilakan oleh MC khusus untuk Anda.
2. Jangan nyerocos. Ini bukan tentang kecepatan bicara, atau emosi yang meledak-ledak ketika bicara. Nyerocos dalam hal ini adalah tidak mengakhiri kalimat dengan intonasi yang tepat atau bicara satu kalimat namun terburu-buru untuk menyambungnya dengan kalimat lain. Kalau versi tulisan, kalimat Anda seharusnya pakai titik, tapi malah dipaksa pakai koma, atau bahkan tanpa tanda baca. Atau sebenarnya sudah berhenti karena titik, tapi terlalu cepat menyambungnya, jadi titiknya terdengar percuma. Nah, kalau dikaitkan denga proses tayang, ini akan menyulitkan editor dalam memotong bagian ternyambung dengan naskah. Sebenarnya editor sudah tau kalimat mana yang mesti diambil, tapi karena Anda mengakhirinya dengan gantung, jadi kurang sedap didengar.
Anda mungkin pernah menonton berita yang di bagian wawancaranya narasumbernya seperti masih akan bicara tapi gambar dan suaranya sudah hilang. Mulutnya sudan terlihat mangap, tapi gambar langsung berganti. Nah, ini yang saya maksud dengan kurang sedap.
3. Pengertian akan kebisingan. Jika Anda mendengar suara berisik, seperti motor dengan knalpot racing lewat, atau suara orang lain yang cuku keras, Anda bisa mengulang dari bagian tertentu, atau Anda ajak reporter untuk mencari tempat sepi. Sebenarnya reporter harus lebih aktif, tapi kadang pengertian narasumber juga sangat dibutuhkan.
4. Anggap reporter adalah pemirsa. Jadi jangan menganggap reporter itu kurang kerjaan, karena menanyakan hal yang ia lihat dan dengar sendiri di TKP. Reporter tetap akan bertanya meski sudah tahu, karena materi rekam dia adalah untuk permirsa, bukan dirinya. Jadi, hindar berkata "Seperti Anda lihat sendiri...." atau "Kan tadi kamu lihat....", atau "Seperti yang sudah saya sampaikan dalam pidato tadi....." atau "Lihat sendiri kan...."
5. Percaya Diri. Saya beberapa kali dibuat bingung, dengan tingkah orang yang diminta wawancara. Ada saja yang menghindar. Ada yang menunjuk orang lain. Biasanya sambil mesem-mesem, senyum malu-malu macan. Sampai ada yang seperti berusaha lari dari sorotan kamera, padahal bukan liputan kriminal, esek-esek, judi, atau narkoba. Cuma meminta opini. Malah sampai ada ibu-ibu yang pas sudah direkam, dia malah bilang "Nih, dia aja nih, saya mah jelek." Bhehehe. Jelek tidaknya mah sudah bisa dilihat, tak perlu klarifikasi. Ini kah tentang berita, bukan muka. Kalau memang benar-benar menganggap muka sendiri adala aib, titip pesan saja ke reporter, nanti mukanya tolong diblur. Dengan senang hati kami sebagai editor akan melakukannya. Jadi, biasakan santai saja di depan kamera.

Demikian tips diwawancara jika Anda menjadi narasumber. Kalau ada tambahan atau kurangan, silakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar